Sejarah telah menorehkan cukup banyak catatan indah nan membanggakan di negeri ini mulai dari kedigdayaan para rakyatnya yang berperang melawan penjajah dengan senjata bambunya hingga sebuah semangat kebangsaan dari seluruh pemudanya untuk menjadi satu bangsa, bangsa Indonesia. Hal ini merupakan suatu refleksi riil dari betapa negeri kita, Indonesia memiliki kapasitas secara kuantitas serta kualitas yang baik untuk maju dan mulai meninggalkan keterpurukannya. Kedigdayaan para founding father kita yang sudah bersusah payah mengumpulkan semangat, menyatukan konsep kenegaraan hingga berperang dengan bertaruh nyawa adalah sebuah cerminan yang dapat kita resapi dan teladani guna menyelesaikan masalah-masalah bangsa yang kini sedang membelit negeri ini, mulai dari korupsi hingga kebobrokan moral adalah musuh dalam jubah modernisasi yang harus kita perangi hingga keakar-akarnya. Sebelum kita ketahui benar solusi yang tepat untuk menyembuhkan bangsa ini dari penyakitnya, alangkah baiknya kita mendiagnosis tiap sumber penyakitnya secara runut untuk kita dapat mensintesa solusi yang cocok untuk penyakit tersebut.
Penyakit bangsa ini apabila didaftarkan adalah antara terdegradasinya kecakapan moral dan pecahnya mindset persatuan. Untuk penyakit yang bernama degradasi moral, ini dicerminkan oleh kasus korupsi yang apabila dilihat sekilas sudah mengakar di seluruh lapisan masyarakat, sebagai contoh kasus suap di kalangan birokrat dan aparat serta kasus penggelembungan uang di segala bentuk program-program publik ataupun swasta. Selain kasus korupsi, ada juga kasus kriminalitas yang makin menggila serta bervariasi hingga tindakan tersebut tidak dapat diterima akal sehat, sebagai contoh adalah kasus perampokan dengan menggunakan teknologi mutakhir dan memakai kekuatan supranatural seperti hipnotis.Ada juga kasus amoral dari beberapa publik figur dan para tokoh masyarakat yang cukup kontroversial seperti kasus video panas artis, kasus penggunaan narkoba di kalangan publik figur dan kasus amoral dari tokoh masyarakat, yang semuanya tersaji sebagai konsumsi publik dan tidak menutup kemungkinan akan berdampak terhadap pola perilaku masyarakat kita yang masih rentan duplikasi perilaku akan isu-isu di media massa.
Tindakan kebanyakan masyarakat kita yang masih copy-cat dengan tiap perilaku yang mereka saksikan menjadi cerminan bahwa masyarakat kita belum bisa berpikir secara kritis. Kemudian, penyakit lain yang mengakar di bangsa ini adalah pecahnya pola pikir persatuan antar elemen bangsa. Banyak kerusuhan dan sinisme antar suku, agama, dan ras adalah proyeksi nyata dari lunturnya kesatuaan Indonesia. Sebagai contoh, kasus referendum papua yang baru-baru ini meyeruak di media yang memungkinkan tanah Papua keluar dari NKRI ini akibat asimetris pembangunan nasional dan adanya proses liberalisasi sumberdaya di daerah tersebut. Adapula, konflik antar masyarakat sipil dengan aparat terhadap kepemilikan lahan leluhur yang terjadi di priok, Jakarta. Hal ini terlihat ekstrim di tengah hingar-bingar demokrasi tanah air, ini juga menyadarkan kita bahwa demokrasi tidaklah melulu memiliki efek positif karena rentan akan perpecahan akibat bebasnya orang-orang bertindak demi kepentingannya masing-masing dan bukan didasari oleh sebuah bingkai kebangsaan.
Berangkat dari sinilah, kita mahasiswa mendapatkan peran sebagai penyaring dari segala isu-isu destruktif bangsa dan pembangun paragdigma positif serta pandangan kebangsaan yang luhur kepada masyarakat Indonesia. Secara eksplisit dari segala problematika negeri ini, para pemuda khususnya mahasiswa diposisikan untuk berbuat layaknya kaum samurai saat berada di restorasi meiji yang secara berani mengambil sikap yang tegas dan revolusioner terhadap problematika jepang pada masa itu guna menata masyarakat dari segi pola pikir dan perilakunya. Mengarahkan opini publik ke sebuah perubahan yang lebih riil dan bukan sekedar retorika belaka adalah nafas dari sebuah perjuangan para pemuda-pemudi bangsa ini, Menaruh sejarah sebagai pondasi merancang konsep perubahan adalah amanah dari founding father kita, Soekarno dalam sebuah pidatonya 'jas merah' atau 'jangan sekali-sekali melupakan sejarah'. Melalui nafas sejarah yang kuat, kita generasi muda Indonesia haruslah sadar betapa berpeluangnya bangsa ini membangun sebuah peradaban negeri yang kokoh, sejahtera, dan makmur. Tidak hanya itu saja, berpikir kritis dan taktis terhadap setiap masalah bangsa ini serta bertindak secara kontekstual tanpa menyisipi tiap derap gerakan kita tersebut dengan keegoisan dari kepentingan pribadi saja. Untuk Indonesia yang lebih baik, kita bersama seluruh elemen bangsa harus serempak memahami sejarah untuk meresapi nilai-nilai luhurnya, berpikir kritis ke arah perubahan, dan bertindak secara kontenstual dalam hal realisasi dari sebuah konsep perubahan Indonesia
sumber :http://www.kompasiana.com/alvinomaryandani/menjadi-indonesia-yang-lebih-baik_55105ea8a333112d3cba7e5e
sumber :http://www.kompasiana.com/alvinomaryandani/menjadi-indonesia-yang-lebih-baik_55105ea8a333112d3cba7e5e
0 comments:
Post a Comment